Kapal ini tidak mungkin sampai ke destinasinya. Kapal ini semakin bocor, lubang semakin banyak dan besar; tak mungkin dapat ditampal lagi. Ombak beralun semakin tinggi. Layar sudah banyak yang koyak dan patah. Macam mana nakhoda ini bisa meneruskan musafirnya. Tolonglah berhenti agar semuanya selamat. Tak kesian ke tengok kelasi dan anak-anak kapal yang masih muda ini untuk terus hidup.
Wahai sang nakhoda; kenapa engkau mengikut peta hati, mentulikan telinga dengar bunyi bayu laut, membutakan mata melihat kipas angin; supaya kau tahu pelayaran ini ada pekertinya
Wahai sang nakhoda; engkaulah pemimpin kapal ini. Tapi kenapa dengar kata jurimudi muda itu? Sekarang lihat bagaimana jadi dekat kapal kita. Lantai sudah semakin basah biarpun lubang yang ada masih kecil. Tapi lubang-lubang itu banyak sangat kata kelasi tua itu.
Ini bukan kapal Titanic untuk bawa penjudi, penzina, pencinta dan akhirnya asyik dalam sebuah akademi fantasia seekor burung gagak yang ingin menjadi putih.
Mana kau nak bawa kami; Kedepan karam kebelakang mati? Itulah nasib seorang nakhoda yang dalam lena tidur yang panjang.
No comments:
Post a Comment